Home » LIVE » Mengapa saya ingin mengunjungi Australia

Mengapa saya ingin mengunjungi Australia

Blog Stats

  • 101,488 hits

Barangkali, mengunjungi Negara dimana bahasa Inggris menjadi bahasa pertama, merupakan impian guru bahasa Inggris yang non native. Menjadi sebuah tanda tanya besar bagaimana guru native mengajarkan bahasa Inggris. Apakah sama seperti guru native bahasa Indonesia mengajarkan bahasa Indonesia? Bagaimanakah para guru native bahasa Inggris menciptakan pemakai bahasa Inggris yang efektif? Di tivi-tivi terlihat bagaimana anak kecil mampu menggunakan bahasa Inggris untuk mengkomunikasikan pikiran dan ide-idenya secara lancar dan lantang.
Barangkali pula, melihat bagaimana Genre-Based Approach yang kini dijadikan pendekatan pengajaran bahasa (Inggris dan Indonesia) di Indonesia, diimplemantasikan di negara asalnya, merupakan impian lainnya bagi guru bahasa. Melihat secara langsung bagaimana ide Frances Christie dan Jim Martin dilaksanakan di dalam kelas, merupakan masalah besar bagi guru yang menggunakan pendekatan ini di dalam kelas-kelasnya. Apakah Building Knowlegde of Field (BKoF) merupakan set induction yang membuka pikiran anak-anak untuk siap menerima materi ajar. Jika Cooper (1990) mensyaratkan set induction sebagai pembuka pemberian pengalaman belajar kepada siswa, apakah setara dengan BKoF yang sama-sama refers to actions and statements by teacher that are designed to relate the experiences of the students to the objectives of the lesson atau membangun pengetahuan/latar belakang pengetahuan siswa mengenai topik yang akan dipelajarinya (lihat pula Feez, 2002; Gibbons, 2009). Demikian pula dengan langkah selanjutnya dari GBA yakni Modeling of text, Joint Construction of Text, dan ditutup dengan Independent Construction of Text. Apakah di Australia para guru bersetia dengan GBA ataukah mereka memiliki Holy book-nya sendiri?
Selain kedua hal di atas, jadi pertanyaan yang menggelitik mengenai bagaimana pendidikan Australia menjelaskan the stolen generation kepada para siswa dan apakah tindakan realistis yang dilakukan untuk membayar dosa masa lalu para leluhur mereka? Apakah penduduk asli Australia mendapatkan hak istimewa? Jika di Indonesia ada ‘’daerah khusus’’ (DIY, DKI), apakah di Australia ada tempat semacam itu untuk menjaga kekhasan lokal (Aborigin)? Banyak pertanyaan menumpuk dalam kepala penulis sebelum berangkat ke Australia. Pertanyaan-pertanyaan itu secara subconsciously sesungguhnya terjawab ketika penulis berkesempatan tinggal bersama warga Australia, mengunjungi sekolah secara intens, memasuki pasar, mengunjungi Flinder University, dan menikmati Taman Kota dengan cuaca 60C.


Leave a comment